VISI: Mewujudkan Kerjasama Untuk Rakyat, Bersama Rakyat.     MISI: Menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat dibidang pemberdayaan perempuan, seni dan budaya serta pelestarian lingkungan hidup.mewujudkan daerah yang berdaulat dan bermamfaat bagi rakyat.     DAERAH PEMILIHAN RIAU 1 : Pekanbaru Kota, Sukajadi, Sail, Lima Puluh, Senapelan, Rumbai, Rumbai Pesisir, Bukit Raya, Tampan, Marpoyan Damai, Tenayan Raya, Payung Sekaki.

MENUJU DPRD PROVINSI RIAU

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Mohon Doa dan dukungannya buat saudara saudaraku khususnya kaum muslimin dan muslimah wilayah Kota pekanbaru kiranya dapat memberikan hak pilihnya kepada seorang Putri Riau, yang Insya Allah akan bertarung dalam PILEG Dapil 1 KOTA PEKANBARU Untuk DPRD Provinsi RIAU. Tentunya tanpa dukungan saudara saudari, ini tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan.PUSPITASARI siap bergerak bersama PERINDO for Provinsi RIAU 2019
  • Pemilu

    • Pesta Demokrasi Pemilihan Umum

Aspirasi

Roh dari demokrasi adalah rakyat. Nafas perjuangan seorang legislator adalah aspirasi rakyat. Aspirasi sahabat sangat saya perlukan untuk membuat RIAU Bangkit. Silahkan sampaikan keluh kesah dan aspirasi sahabat untuk perbaikan negeri RIAU ini, agar tercapai Indonesia Raya.

Punya Aspirasi?
Silahkan Contact Kami:
Phone: 0813-6312-6963
WhatsApp: 0813-6312-6963
Powered by
Share:

13 Juta Gulden (Rp 1.000 Triliun) Sumbangan Sultan Syarif Kasim II untuk Modal Indonesia Merdeka


Pengorbanan Riau untuk keberlangsungan bayi baru lahir bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tak bisa ditandingi provinsi lainnya di Nusantara.
Sejak awal Proklamasi diucapkan oleh Dwi Tunggal, Soekarno-Hatta, 17 AGustus 1945, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II, tak perlu waktu lama untuk menyatakan bergabung ke ibu pertiwi.
Sulltan Siak ini tak hanya menyatakan bergabung begitu saja, bahkan ia menyerahkan harta dengan jumlah sangat banyak ketika itu guna modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Setidaknya Sultan Syarif Kasim II menyerahkan ke Indonesia melalui Soekarno sejumlah uang senilai 13 juta Gulden Belanda, Mahkota berlian miliknya, serta pedang keris dan harta-harta bernilai lainnya,” kata Bupati Siak, H. Syamsuar, kepada SELASAR RIAU, belum lama ini.
Tak hanya uang 13 juta Gulden Belanda saja diserahkan Sultan ke Indonesia, melainkan juga wilayah kerajaannya, mulai dari Sumatera Timur, meliputi Kerajaan Melayu Deli, Serdang, Bedagai hingga Provinsi Riau dan Kepulauan Riau saat ini.. Termasuk Istana sekarang ini.
Di dua provinsi terakhir, terutama Riau, sejak zaman Belanda sudah dilakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas (Migas) dengan kualitas terbaik di dunia.
Sumbangan dari perut bumi Riau berupa Migas itulah selama sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, menghidupi negara bernama Indonesia ini.
Jika dihitung, sumbangan Sultan Siak sebanyak 13 juta Gulden Belanda, sama dengan lebih
kurang 69 Juta Euro. Jumlah tersebut jika di-Rupiah-kan sekitar Rp 1,074 Triliun.
Sumbangan Sultan Siak itu merupakan sumbangan terbesar kerajaan-kerajaan di nusantara bagi bayi baru lahir bernama NKRI.
Pada tahun 2016 silam, Pemerintah Kabupaten Siak mendirikan Tugu Penyerahan Kesultanan Siak kepada Republik Indonesia, sebagai gambaran perjuangan Sultan Syarif Kasim II, seorang nasionalis relijius sejati.
Tugu Peringatan Penyerahan Kesultanan Siak kepada pemerintah Republik Indonesia ini peletakkan batu pertamanya dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pernyataan penyerahan kekuasaan ke Soekarno, tuturnya, sarat dengan penuh makna. “Itu merupakan pernyataan tak jadi Sultan lagi. Sultan siap tak tinggal di Istana, jadi rakyat biasa, sama seperti rakyat lainnya,” kata Bupati Siak, H. Syamsuar.
Bukan hanya itu, tutur Syamsuar, Sultan Syarif Kasim II juga seorang pejuang bagi warga Riau, melainkan juga berjuang hingga ke Aceh.
“Sultan itu anggota resimen dengan pangkat Kolonel tergabung dalam resimen Rencong di Aceh. Sultan juga dengan kesadarannya menaikkan bendera merah putih yang dijahit permaisuri, istrinya di halaman Istana Siak,” kata Syamsuar.
Sejawan Riau, OK Nizami Jamil, mengatakan, saat berjuang ke Aceh, Sultan Syarif Kasim II juga ikut menyumbangkan hartanya untuk membeli pesawat Seulawah.
“Sultan juga ikut menyumbangkan hartanya guna membeli pesawat Seulawah, yang terkenal itu bagi perjuangan rakyat Indonesia, ketika itu,” kata OK Nizami Jamil, anak dari Sekretaris Pribadi Sultan Syarif Kasim II, Muhammad Jamil.
Sultan Syarif Kasim II merupakan sultan ke-12 Kerajaan Siak. Ia lahir tahun 1908 dan meninggal 60 tahun kemudian, 1968.
Hingga Sultan mangkat tahun 1968, ia seperti rakyat jelata lainnya. Menghabiskan masa hidupnya di sebuah tempat bernama Istana Peraduan. Ia hanya diberi uang pensiun oleh Soekarno setiap bulannya.

Share:

Perindo

Bismillah
Share:

Riau Pernah Punya Mata Uang Sendiri, Ini Bentuk Uang Riau Tempo Doeloe


PEKANBARU - Kepulauan Riau Rupiah disingkat dengan KR RP, ini adalah mata uang Riau tempo "Doeloe", dan hari ini peringatan Hari Oeang ke-72.
Ternyata Provinsi Riau dahulunya pernah memiliki jenis mata uang sendiri atau khusus dizakkman setelah kemerdekaan.
Mata uang Riau tersebut pada zamannya disebut Kepulauan Riau Rupiah atau disingkat KR RP.

Jenis mata uang ini beredar khusus di wilayah Riau pesisir dan Kepualauan Riau pada rentang waktu tahun 1963 hingga 1964.
Menurut Sejarahwan Riau, Profesor Suwardi Muhammad Samin saat ditemui Tribun Pekanbaru disela kesibukannya, Selasa (30/10), menyampaikan diedarkannya jenis uang tersebut pada tahun 1963 hingga 1964 untuk membuat mata uang di Indonesia jadi lebih berdaulat.
Menurutnya dahulu di daerah Riau dan Kepulauan Riau karena kedekatan daerah dengan Malaya yang saat ini adalah Malaysia dan Singapura, masyarakat menggunakan mata uang Dollar Malaya untuk bertransaksi.
Karena hal tersebut mata uang Indonesia jadi tertinggal oleh masyarakat. "Pada saat itu saya sempat bermukim di daerah Dabok Singkep Kabupaten Lingga Kepulauan Riau. Saat saya berada disana membeli berbagai kebutuhan menggunakan Dollar Malaya," katanya.
Hal tersebut dilakukan karena berbagai kebutuhan harian dipasok para pedagang yang berasal dari daerah Malaya tersebut.

Kepulauan Riau dan Riau yang dahulunya belum mempunyai sumber produksi untuk kebutuhan harian seperti baju, makanan dan lainnya mau tidak mau masyarakat bertransaksi dengan mata uang tersebut agar dapat harga lebih murah.
Karena ketimpangan nilai tukar tersebut pemerintah Indonesia menerbitkan mata uang KR RP tersebut. Menurut pria paruh baya tersebut, penggunaan mata uang tersebut tidak berlangsung lama, hanya setahun.
"Akibat kehadiran uang tersebut, distribusi bahan kebutuhan harian distop oleh Malaya, sementara mereka tidak menerima uang jenis KR RP, karena alasan itulah uang jenis tersebut ditarik," kata kakek yang lahir tahun 1930-an tersebut.
Ia menceritakan dahulu dengan 1 KR RP sudah bisa untuk membeli baju bagus. Pengeluaran per bulannya juga hanya mencapai 40 KR RP saja.
"Sempat punya banyak uang juga saya waktu ada mata uang tersebut karena bertransaksi di daerah luar Kepri dan Riau penukaran uang jadi lebih banyak," tuturnya sembari mengenang masa uang jenis tersebut berlaku.

Memastikan bahwa jenis mata uang KR RP, Manager Fungsi Komunikasi bank Indonesia perwakilan Riau, Murdianto mengatakan Riau Daratan yang dahulu masih bergabung dengan Kepulauan Riau pernah ada mata uang khusus yang hanya beredar di daerah tersebut.
"Betul bang, jadi selain uang Rupiah seperti kita kenal sekarang, Indonesia pernah menerbitkan uang rupiah yang beredar khusus di dua wilayah yaitu Irian Barat dan wilayah Kepulauan Riau," ungkapnya.
Penerbitan uang Rupiah khusus itu berdasarkan Penpres nomor 9 tahun 1963 tertanggal 15 Oktober 1963. Dijelaskan Rupiah edisi khusus di Irian Barat dilambangkan dengan IB RP, sedangkan di Kepulauan Riau dilambangkan KR RP.
Keberadaan uang tersebut di Riau dimaksudkan untuk mengimbangi Malayan Dollar yang menjadi mata uang transaksi utama sebagian besar masyarakat Riau waktu itu.
Selain itu juga adanya mata uang tersebut untuk menggeser Malayan Dollar yang marak dipakai masyarakat saat itu. Dituturkan Nilai KR RP 1 sama dengan Rp 14,70 pada saat itu.

Uang KR RP terdiri dari uang kertas dengan nominal pecahan KR RP 5, KR RP10 dan KR RP 100. Sedangkan pecahan logam ada KR RP 1, KR RP 5, KR RP 10, KR RP 25, dan 50 sen.***






Share:

Sistem Pencoblosan PILEG 2019



Untuk menyalurkan hak suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 mendatang, menggunakan sistem coblos. Dengan demikian Pemilih cukup mencoblos satu pilihan caleg atau partai politik saja, yang ada dalam surat suara.

Pada Pileg 2019 mendatang menggunakan sistem coblos.
Untuk surat suara Calon Anggota DPRD PROVINSI RIAU, 
nantinya ada lambang partai politik dan hanya ada nomor urut dan nama lengkap caleg sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas saat mendaftar ke KPU, bukan nama panggilan. Surat suara tidak dilengkapi dengan foto atau gambar.

Hanya satu pilihan.

  1. Kertas WARNA BIRU
  2. Partai PERINDO
  3. Nama PUSPITA SARI
  4. No Urut 9
  5. Coblos No Urut 9.




Share:

Bagi-bagi Sembako di Jakut, Caleg Perindo Jadi Tersangka


Jakarta - Penyidik Sentra Gakkumdu Bawaslu Jakarta Utara menetapkan caleg DPRD DKI dari Partai Perindo sebagai tersangka. Caleg bernama David H Rahardja itu diduga melanggar UU Pemilu terkait pembagian minyak goreng dalam kampanye.

"Bawaslu mengawal perkara ini untuk tahap selanjutnya, yaitu proses penuntutan, guna menjamin kepastian hukum dan keadilan pemilu," kata Ketua Koordinator Sentra Gakkumdu Bawaslu Jakut, Benny Sabdo, dalam keterangannya, Kamis (18/10/2018).

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan berdasarkan bukti otentik, olah tempat kejadian perkara, dan keterangan para saksi. Benny mengatakan kegiatan kampanye David H Rahardja tak disertai pemberitahuan.

Kegiatan pembagian minyak goreng yang dilakukan David itu diduga sebagai pelanggaran pemilu karena menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta pemilu. Hal ini diatur dalam Pasal 523 ayat (1) juncto Pasal 280 ayat (1) huruf j UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Sentra Gakkumdu harus berkomitmen tinggi untuk, pertama, mengawal pemilu berjalan secara jujur, adil, dan berintegritas. Kedua, menegakkan keadilan dan etika publik di dalam pemilu. Terakhir, ikut serta melahirkan pemimpin yang memiliki kapasitas dan berintegritas melalui pemilu yang jujur dan adil," ujarnya.


Sebelumnya diberitakan, Bawaslu DKI menemukan pelanggaran kampanye oleh caleg DPRD Partai Perindo di wilayah Jakut yang diduga berkampanye dengan membagikan sembako dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. David H Rahardja membagikan sembako dan menempelkan stiker kepada warga pada malam hari di wilayah Cilincing dan Kelapa Gading, Jakarta Utara. 

"Peristiwa itu pada 23 September 2018 dan 25 September itu baru diketahui. Itu kan jatuhnya temuan Panwaslu Kelurahan Pegangsaan Dua," ujar komisioner Bawaslu DKI, Puadi, ketika dihubungi detikcom, Kamis (11/10).

Meski sudah masuk masa kampanye, Puadi menemukan dugaan pada aktivitas itu. Menurutnya, kampanye tersebut tidak ada pemberitahuan dan membagikan sembako termasuk dalam politik uang karena seolah-olah menggiring pemilih.



sumber: Jabbar Ramdhani - detikNews


Share:

Pemilu Legislatif dan Presiden 2019

Pada tanggal 17 April 2019 kita akan mengikuti Pemilu Legislatif (Pileg) dan sekaligus bersamaan dengan Pemilu Presiden (Pilpres)....!!
Di dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS) kita akan diberikan 5 (lima) helai Kertas Suara untuk dicoblos masing-masing sekali, dengan warna Kertas Suara yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
1). Kertas Suara warna Abu-abu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
2). Kertas Suara warna Kuning untuk memilih DPR RI.
3). Kertas Suara warna Merah untuk memilih DPD RI.
4). Kertas Suara warna Biru untuk memilih DPRD Provinsi.
5). Kertas Suara warna Hijau untuk memilih DPRD Kota / Kabupaten.
Mari kita sosialisasikan kepada seluruh keluarga kita, para tetangga, dan masyarakat lainnya, supaya jangan salah mencoblos pilihan dan agar mengurangi Suara Tidak Sah....
Bagi Masyarakat KOTA PEKANBARU, (DAPIL I)
Jangan Golput...
Jangan lupa Pilih untuk NO. PARTAI 9.
NO. URUT 9
Nama CALEG :
PUSPITA SARI
Kertas Suara :
WARNA BIRU
Salam pemilu damai utk seluruh Indonesia




Share:

Ketika Sultan Siak Menyerahkan Seluruh Hartanya untuk Republik





Ketika Sultan Siak Menyerahkan Seluruh Hartanya untuk Republik
Sultan Syarif Kasim II menyerahkan mahkota, istana, dan hampir seluruh kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura kepada pemerintah RI
Uang sebesar 13 juta gulden tentu saja bukan jumlah yang kecil. Jika ditakar dengan ukuran sekarang, nominalnya kira-kira setara 69 juta euro atau lebih dari 1 triliun rupiah. Segepok uang itulah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Sultan Syarif Kasim II kepada Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Sukarno.
Tak hanya itu, Sultan Syarif Kasim II juga tidak segan-segan menyerahkan mahkota dan nyaris seluruh kekayaannya. Ini dilakukan sebagai penegas bahwa Kesultanan Siak Sri Inderapura yang dipimpinnya meleburkan diri ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Siapakah sebenarnya sultan yang murah hati dan berkomitmen penuh terhadap NKRI itu? Mengapa pamornya seolah-olah kalah dengan para raja Nusantara pro-Republik lainnya macam Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Pakualam VIII dari Yogyakarta atau Sultan Hamid II dari Pontianak?

Sedari era pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Sultan Syarif Kasim II sudah menempatkan dirinya sebagai penentang kaum penjajah. Lahir di Siak Sri Inderapura, Riau, pada 1 Desember 1893, sang sultan memperlihatkan perlawanannya terhadap Belanda melalui cara-cara yang elegan dan cerdas.
Sultan Syarif Kasim II sadar, melawan Belanda lewat fisik atau menentang dengan frontal sama saja bunuh diri. Apalagi, Kesultanan Siak Sri Inderapura masih terikat perjanjian yang diteken pendahulunya di masa lampau.
Jauh sebelumnya, Sultan Said Ismail (1827-1864), kakek buyut Sultan Syarif Kasim II, terpaksa menandatangani Traktat Siak yang isinya sangat menguntungkan Belanda (Sapardi Djoko Damono & Marco Kusumawijaya, Siak Sri Indrapura, 2005: 71).

Traktat Siak merupakan konsekuensi yang dijalani Sultan Said Ismail karena meminta bantuan Belanda untuk mengusir Inggris dari Riau pada pertengahan abad ke-19. Terbelenggu oleh Traktat Siak tidak lantas membuat Sultan Syarif Kasim II, yang bertakhta sejak 3 Maret 1915, sepenuhnya takluk kepada bangsa kolonial.

Sebaliknya, Sultan Syarif Kasim II dengan cerdik memaksimalkan perannya agar rakyat Siak Sri Inderapura tidak tertinggal jauh dalam menyongsong zaman modern di era pergerakan nasional itu.
Sultan Syarif Kasim II memang sosok yang berpikiran modern. Sejak usia belia, tepatnya tahun 1904, ia sudah dikirim ke Batavia (Jakarta) untuk memperdalam ilmu hukum agama dan ilmu pemerintahan. Syarif Kasim II adalah salah satu murid Profesor Snouck Hurgronje, orientalis yang menjadi penasihat pemerintah kolonial (M. Nijhoff, Anthropologica, Volume 153, 1997: 516).
Karena itu, setelah dinobatkan menjadi sultan pada 1915, ia menggalakkan pembangunan di wilayahnya. Sultan Syarif Kasim II juga berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia rakyat Siak Sri Inderapura melalui pendidikan demi mengejar ketertinggalan dari orang-orang Belanda.

Melawan dengan Cara Elegan

Sultan Syarif Kasim II mendirikan sekolah dasar untuk mengimbangi Hollandsche Inlandsche School (HIS) milik Belanda yang hanya menerima murid dari kalangan tertentu. Sultan ingin agar seluruh anak-anak dari berbagai lapisan masyarakat bisa mengenyam pendidikan yang baik.
Sekolah dasar pertama di Riau itu menjalankan kurikulum yang memadukan unsur agama (Islam) dan nasionalisme, termasuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Maka, berdirilah Madrasah Taufiqiyah al Hasyimiah pada 1917 (Suwardi Mohammad Samin, Sultan Syarif Kasim II: Pahlawan Nasional dari Riau, 2002: 66).
Tak hanya itu, permaisuri Sultan Syarif Kasim II, Sarifah Latifah, juga turut mendirikan sekolah khusus untuk perempuan pertama di Riau (Wilaela, Sultanah Latifah School di Kerajaan Siak, 2014: 130). Sekolah yang bernama Latifah School tersebut diresmikan pada 1926.
Sayangnya, Sarifah Latifah keburu wafat. Perjuangannya dilanjutkan oleh permaisuri kedua, Tengku Maharatu. Selain mengelola Latifah School, ia juga mendirikan asrama putri, taman kanak-kanak, serta menggagas sekolah perempuan lainnya bernama Madrasyahtul Nisak (Adila Suwarno, dkk., Siak Sri Indrapura, 2007: 73).

Sultan Syarif Kasim II sendiri terus menentang Belanda melalui gerakan diam-diam. Salah satunya memberi dukungan kepada “pemberontakan” Si Koyan pada 1931, yang dilancarkan oleh mereka yang tidak sudi dijadikan pekerja paksa (Tenas & Nahar Efendi, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1972: 53).
Bantuan dana juga diberikan secara klandestin oleh Sultan Syarif Kasim II untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan rakyat, juga memberikan fasilitas pelatihan kemiliteran kepada kaum pemuda, hingga menentang kebijakan romusha oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada 1942.

Tanpa Pamrih Demi NKRI

Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II mengirimkan kawat kepada Presiden Sukarno. Kawat tertanggal 28 November 1945 itu menyatakan bahwa Kesultanan Siak Sri Inderapura berdiri teguh di belakang Republik Indonesia (Husni Thamrin, Naskah Historis, Politik dan Tradisi, 2009: 201).
Mardanas Safwan dalam Sultan Syarif Kasim II: Riwayat Hidup dan Perjuangannya 1893-1968 (2004) menyebutkan, kawat tersebut dikirimkan bersama dengan kesediaan sultan menyumbangkan uang sebesar 13 juta gulden untuk mendukung berdirinya republik.

Sebulan sebelumnya, Oktober 1945, Sultan Syarif Kasim II memprakarsai dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik di Siak Sri Inderapura (Riau). Pembentukan badan-badan perjuangan itu disertai dengan rapat umum yang digelar di lapangan istana dengan mengibarkan bendera Merah Putih. 
Dalam rapat besar itu, Sultan Syarif Kasim II bersama segenap rakyat Siak Sri Inderapura dan tokoh-tokoh Riau mengucapkan ikrar setia untuk mempertahankan kemerdekaan RI sampai titik darah penghabisan (GN-PPNK, Riwayat Hidup Singkat dan Perjuangan Almarhum Sultan Syarif Kasim II, 2006: 3).
Keputusan tersebut ternyata membuat Belanda—yang datang kembali ke Indonesia bersama pasukan Sekutu tak lama setelah kemerdekaan RI—berang dan melayangkan ancaman terhadap sang sultan. 
Ancaman itu membuat Sultan Syarif Kasim II terpaksa diungsikan ke Aceh. Sebelum pergi, sultan menyerahkan istana beserta nyaris seluruh kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura, termasuk mahkota raja, kepada pemerintah RI (Muhammad Hafiz, Pendidikan di Kerajaan Siak Sri Inderapura: Telaah Historis Pendidikan di Era Sultan Syarif Kasim II, 2012: 96).
Di Serambi Mekah, Sultan Syarif Kasim II bergabung dengan kaum pejuang dan dipercaya sebagai penasihat pemerintah Karesidenan Aceh. Sultan masih menyuarakan dukungannya terhadap RI dari Aceh, termasuk dengan membujuk raja-raja di kawasan Sumatera untuk berpihak kepada republik. 

Setelah masa damai, Sultan Syarif Kasim II sempat tinggal Jakarta kendati tidak menempati posisi khusus di pemerintahan. Itu terjadi lantaran ia harus kembali ke Riau untuk mengurusi harta peninggalan leluhurnya yang ternyata masih ada di Singapura. Di Riau, sultan menetap di bekas kediaman almarhumah istrinya, Sultanah Latifah.
Sultan Syarif Kasim II bolak-balik ke Singapura selama beberapa tahun dan sempat tinggal di negeri bekas jajahan Inggris itu. Namun, konfrontasi Indonesia dengan Malaysia yang terjadi pada awal dasawarsa 1960-an membuat Sultan Syarif Kasim II gagal membawa pulang harta warisannya.
Lantaran tidak ingin terseret dalam konflik, Sultan Syarif Kasim II pulang ke Siak. Ia menghabiskan masa tua di kampung halamannya hingga wafat pada 23 April 1968 dalam usia 76 tahun (Nizami Jamil, Negeri Siak Tanah Kelahiranku, 2008: 153).
Pengorbanan Sultan Syarif Kasim II untuk Republik amat besar. Namun, pemerintah RI baru memberinya gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1998. Nama Sultan Syarif Kasim II diabadikan sebagai nama bandar udara internasional di Pekanbaru, Riau.




Share:

Pemberdayaan Perempuan Caleg Perempuan Berkualitas



Mengenai kualitas caleg perempuan yang akan berlaga dalam Pemilu 2019 mendatang, 
Puspita Sari mengimbau para caleg perempuan harus meningkatkan kualitas diri lebih baik dan mematahkan opini-opini publik yang mengatakan caleg perempuan tidak berkualitas.

Dengan menunjukkan opini-opini yang mengganggap caleg perempuan tidak berkualitas itu, kita tunjukkan sebetulnya kita mempunyai kualitas.
Share:

Caleg Perempuan Pilar Perubahan Bangsa

Pemilu 2019 tinggal menghitung bulan.
Sebagai bagian dari masyarakat yang peduli akan nasib bangsanya, tentunya kaum perempuan juga tidak akan melewatkan pesta demokrasi kali ini.
Keikut sertaan serta partisipasi aktif perempuan untuk menyukseskan pemilu 2019 ini diwujudkan dengan cara memberikan suara di TPS terdekat dan, memilih dan golput bukanlah pilihan yang bijak, sebab golput merupakan bentuk pemborosan terhadap anggaran pendapatan dari belanja negara (APBN). Uang APBN untuk membiayai pemilu jadi terbuang sia-sia jika tingkat partisipasi masyarakat rendah. Tak hanya itu, golput juga akan mengurangi potensi keterpilihan caleg perempuan yang akan duduk sebagai angota Legislatif.





Perempuan Harus Memilih Caleg Perempuan

Ditinjau dari jumlah pemilih perempuab pada pemilu 2014, sejatinya caleg perempuan memiliki peluang yang sama dengan caleg laki-laki untuk menduduki kursi legislatif. Sayangnya, selama ini kekuatan politik perempuan belum terkonsolidasi dengan baik. Suara pemilih perempuan masih terpecah.Beberapa hal dibawah ini menjadi alasan mengapa pemilih perempuan harus memilih caleg perempuan.


Menyuarakan Aspirasi Perempuan

Banyaknya anggota legislatif perempuan yang duduk diparlemen akan mempermudah dalam memperjuangkan isu-isu kesejahteraan sosial, perempuan dan anak, seperti kemiskinan, pendidikan yang memadai, kekerasan dalam rumah angga, penyelesaian masalah buruh migran perempuan serta berbagai permasalahan tenaga kerja (TKW) yang tersebar diluar negeri seperti apa yang akan dilakukan Rieke Diah Pitaloka

Anggota komisi IX yang membidangi masalah para pejabat dipemerintahan jika membiarkan nasib Satinah, TKW asal semaran yg terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Rieke jua mengecam sikap pemerintah yang pasrah dalam menghadapi nasib tragis warganya dinegeri orang. 
Rieke mendesak pemerintah untuk melakukan upaya hukum, apabila pemerintah tidak mau membayar tebusan senilai Rp21 Milyar seperti diminta oleh penggugat.

Upaya memperjuangkan anggaran yang memadai bagi kepentingan perempuan dan anak pun menjadi lebih mudah jika caleg perempuan berhasil duduk di parlemen. Suara mereke didenga. Perjuangan mereka tidak diabaikan.


Mampu Meredakan Konflik
Banyaknya caleg perempuan yang duduk menjadi anggota legislatif tentunya sedikit banyak akan membawa perubahan 'wajah' politik indonesia menjadi lebih lembut. Perempuan dengan tingkat emosi yang lebih terkontrol, kelemah lembutan serta kesabaran yang dimiliki nya mampu meredam konflik serta menyelesaikanya dengan jalan damai


Wassallammuallaikum:
Puspita Sari






Share: